Minggu, 20 April 2008

Jaksa Agung Hendarman: Ahmadiyah Segera Dihentikan

Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Jumat kemarin mengatakan, tak lama lagi seluruh kegiatan yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) segera dihentikan.

Tak lama lagi seluruh kegiatan yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) segera dihentikan. Jaksa Agung, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri sedang menyusun draft Surat Keputusan Bersama (SKB) yang isinya menghentikan seluruh kegiatan Ahmadiyah.

"Sekarang sedang disusun. Setelah SKB ditandatangani, baru dihentikan kegiatannya, " tegas Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Jumat (18/4).

Dijelaskan Hendarman, sesuai UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965, proses penghentian kegiatan Ahmadiyah adalah melalui SKB tersebut. Sebelum SKB tersebut ditandatangani, maka status Ahmadiyah belum dilarang. "Kalau sekarang ini, belum dilarang," lanjut Hendarman.

Menurut Hendarman,di dalam SKB yang sedang disusun ini, akan ditentukan berapa bulan waktu yang digunakan Ahmadiyah untuk menghentikan seluruh kegiatannya. "Nanti ada termin waktunya, berapa bulan dia (Ahmadiyah) harus menghentikan. Inilah yang harus disepakati. Ini baru dibahas," tambahnya.

Berapa lama lagi SKB ditandatangani? "Secepatnya. Aparat keamanan kan harus persuasif tidak bisa langsung dengan tindakan hukum. Inikan penyelesaian persuasif dengan SKB ini," lanjut mantan Ketua Timtas Tipikor ini.

Hendarman menegaskan, karena penyelesaiannya secara persuasif dan juga belum diterbitkan SKB, maka JAI sekarang ini belum dapat dikenakan pasal penodaan agama.

Kejati Jatim Awasi Ahmadiyah

Semantara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur akan melakukan pengawasan terhadap ajaran Ahmadiyah pascarekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) bahwa Ahmadiyah mnyimpang dari ajaran Islam.

"Sambil menunggu surat keputusan dari Kejagung tentang pelarangan aliran Ahmadiyah, kami terus melakukan pengawasan," kata Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim AF Dharmawan di Surabaya, Jumat.

Menurut dia, pihaknya juga sudah memerintahkan seluruh jajaran kejaksaan se-Jatim untuk mengawasi Ahmadiyah sejak kasus Ahmadiyah menjadi persoalan nasional.

"Tapi sampai sekarang aman-aman saja. Kami di Jatim belum menerima laporan dari masyarakat yang merasa terusik atau adanya penganut Ahmadiyah yang menjadi korban seperti di Jabar," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya tak dapat melakukan langkah-langkah yang melebihi pengawasan, mengingat surat pelarangan Ahmadiyah secara resmi dari Kejakgung belum ada.

AMERIKA: 20% Angka Bunuh Diri Berasal Dari Kalangan Militer

Iraq (armnews) - Sebuah riset yang dilakukan pemerintah Amerika menyebutkan, 20% dari orang-orang yang bunuh diri sepanjang tahun 2005 di Amerika Serikat merupakan para mantan anggota dan anggota aktif militer AS. Dalam riset yang dipublikasikan situs www. Bloomberg.com dua hari lalu disebutkan, sekitar 1821 mantan militer dan militer aktif telah bunuh diri di 16 kawasan di Amerika sepanjang tahun 2005 lalu, sebagian mereka dulunya mengalami saraf tegang, sedang sepertiga dari mereka meninggalkan sejumlah surat yang menjelaskan sebab kenapa mereka bunuh diri.

Situs itu juga menyebutkan, bertambahnya aksi bunuh diri di kalangan militer telah menimbulkan ketakutan bagi para perencana strategis di kementerian pertahanan AS dan para anggota kongres. Sementara perang Iraq telah memasuki tahun keenam.

Al Qaeda Tawarkan “Kepala Amerika” Sebagai Hadiah untuk Bush

Dubai (arrahmah) - Seorang pemimpin Al Qaeda di Irak mengumumkan kampanye sebulan bahwa kelompoknya akan 'menawarkan kepala seorang warga Amerika' sebagai hadiah kepada Presiden Amerika Serikat George W. Bush, menurut rekaman audiotape yang disiarkan Sabtu.

Abu Hamza al-Muhajir, yang lebih dikenal sebagai Abu Ayyub al-Masri, mengumumkan hal itu dalam suatu pidato berjudul `Jalan menuju Kemenangan` yang dipantau oleh Kelompok Intelijen SITE.

Dalam pidatonya kepada forum Islamis, dia mengatakan bahwa kaum mujahidin atau para pejuang suci, hendak 'menawarkan kepala seorang warga Amerika sebagai hadiah kepada pembohong Bush, dalam suatu tindakan yang mereka perlu lihat.'

Kampanye itu, yang akan disebut 'Serangan terhadap Keadilan,' diumumkan sebagai peringatan terhadap pernyataan Bush bahwa 4.000 orang Amerika telah tewas dalam perang di Irak.

Masri dipandang oleh para komandan militer AS sebagai pemimpin sejati Al Qaeda di Irak meskipun kelompok jihad secara tetap mengaku bahwa pihaknya dipimpin oleh seorang Irak, Abu Omar al-Baghdadi.

Para komandan militer AS mengatakan bahwa Baghdadi adalah seorang 'penemu cyber' dan bahwa dia adalah tokoh pemikat kepercayaan terhadap kelompok teroris yang dipimpin oleh orang-orang asing yang menyelundup ke Irak untuk menimbulkan kekacauan dan pemberontakan terhadap pemerintah yang didukung AS.

Masri yang dilahirkan di Mesir, dikabarkan seorang pakar pembuat bom, yang dipilih sebagai pemimpin Al Qaeda di Irak pada Juni 2006 setelah kematian pendahulunya berasal dari Jordania yang sangat terkenal, yakni Abu Musab al-Zarqawi dalam suatu serangan udara yang dilakukan oleh militer Amerika. [antara]

Sadr Ancam “Perang Terbuka” dengan Pemerintah Irak

Baghdad (arrahmah) - Pimpinan Syiah Irak, Moqtada al-Sadr, Sabtu, mengancam akan melakukan "perang terbuka" jika pemerintah Irak tidak menempuh hal yang dia sebut "jalur perdamaian".

Dalam pernyataannya, Sadr mengecam Perdana Menteri Nuri al-Maliki, yang sesama Syiah.

Maliki telah melancarkan penumpasan terhadap milisi Tentara Mehdi yang dipimpin Sadr dan mengancam akan melarang gerakan tersebut dari kehidupan politik.

Saya memberikan peringatan dan kata terakhir kepada pemerintah Irak-- kembali sadar dan mengambil jalur perdamaian... atau (akan dianggap) sama seperti pemerintah sebelumnya (Saddam Hussein)," kata Sadr tanpa penjelasan lebih lanjut.

"Jika mereka tidak juga sadar dan tidak mengendalikan milisi yang menyusup (ke pasukan keamanan Irak), maka kami akan menyatakan perang terbuka."

Gerakan Sadr menuduh partai-partai Syiah lainnya memasukkan anggota milisi masing-masing ke pasukan keamanan Irak.

Peringatan tersebut dia nyatakan setelah tentara Irak menyerbu basis Tentara Mahdi di kota Basra.

Pejabat Irak menyatakan mereka kini menguasai distrik Hayaniya.

Serbuan yang dilakukan tentara pemerintah itu didukung oleh pesawat-pesawat pembom Amerika Serikat dan artileri Inggris.

Serbuan tersebut dilakukan setelah terjadi pertempuran sengit di Bahgdad antara pasukan keamanan dengan milisi Sadr yang mengenakan penutup muka.

Polisi mengemukakan 12 orang tewas di kawasan kumuh Sadr City dan pihak rumah sakit mengemukakan 130 orang cedera.

Penumpasan yang dilakukan Maliki pada bulan lalu dikecam pihak AS karena dinilai kurang terencana.

Serbuan yang dilakukan tentara pemerintah itu gagal mengusir Tentara Mehdi dari jalanan, bahkan memicu perang di bagian selatan dan di dalam Sadr City.

Pemerintah telah memecat 1.300 tentara dan polisi yang menolak turut serta dalam peperangan tersebut, demikian Reuters.

Kamis, 03 April 2008

Prof UIN Jakarta Halalkan Homoseksual

Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam 'recognizes homosexuality' (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam).
Menurut Musdah, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: “Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings.”
Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya.” (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).
Demikian pendapat guru besar UIN Jakarta ini dalam diskusi yang diselenggarakan suatu organisasi bernama “Arus Pelangi”, di Jakarta, Kamis (27/3/2008).
Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.
The Jakarta Post juga mengutip pendapat seorang pembicara bernama Nurofiah, yang menyatakan, bahwa pandangan dominan dalam masyarakat Islam tentang heterogenitas adalah sebuah “konstruksi sosial”, sehingga berakibat pada pelarangan homoseksualitas oleh kaum mayoritas. Ini sama dengan kasus ”bias gender” akibat dominasi budaya patriarki. Karena itu, katanya, akan berbeda jika yang berkuasa adalah kaum homoseks. Lebih tepatnya, dikutip ucapan aktivis gender ini: “Like gender bias or patriarchy, heterogeneity bias is socially constructed. It would be totally different if the ruling group was homosexuals.”
Diskusi tentang homoseksual itu pun menghadirkan pembicara dari Majelis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Kedua organisasi ini, oleh The Jakarta Post, sudah dicap sebagai “kelompok Muslim konservatif”. Ditulis oleh Koran ini: “Condemnation of homosexuality was voiced by two conservative Muslim groups, the Indonesian Ulema Council (MUI) and Hizbut Thahir Indonesia (HTI).”
Amir Syarifuddin, pengurus MUI, menyatakan bahwa praktik homoseksual adalah dosa. “Kami tidak akan menganggap homoseksualitas sebagai musuh, tetapi kami akan membuat mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah,” kata Amir Syarifudin.
Demikianlah berita tentang penghalalan homoseksual oleh sejumlah aktivis liberal, sebagaimana dikutip oleh The Jakarta Post.
Jika kita rajin menyimak perkembangan pemikiran liberal, baik di kalangan Yahudi, Kristen, maupun Islam, maka kita tidak akan heran dengan berita yang dimuat di Harian The Jakarta Post ini. Kaum Yahudi Liberal, juga Kristen Liberal, sudah lama menghalalkan perkawinan sesama jenis. Bahkan, banyak cendekiawan dan tokoh agama mereka yang sudah secara terbuka mendeklarasikan sebagai orang-orang homoseks dan lesbian. Banyak di antara mereka yang bahkan sudah menyelenggarakan perkawinan sesama jenis di dalam tempat ibadah mereka masing-masing.
Bagi kaum Yahudi dan Kristen liberal, hal seperti itu sudah dianggap biasa. Mereka juga menyatakan, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sejalan dengan ajaran Bibel. Mereka pun menuduh kaum Yahudi dan Kristen lain sebagai “ortodoks”, “konservatif” dan sejenisnya, karena tidak mau mengakui dan mengesahkan praktik homoseksual. Gereja Katolik, misalnya, tetap mempertahankan doktrinnya yang menolak praktik homoseksual. Tahun 1975, Vatikan mengeluarkan keputusan bertajuk “The Vatican Declaration on Sexual Ethics.” Isinya, antara lain menegaskan: “It (Scripture) does attest to the fact that homosexual acts are intrinsically disordered and can in no case be approved of.” Dalam Pidatonya pada malam Tahun Baru 2006, Paus Benediktus XVI juga menegaskan kembali tentang terkutuknya perilaku homoseksual.
Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya. Meskipun sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, ajaran Islam tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau pendukungnya. Tidak ada ulama atau dosen agama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual, seperti yang dilakukan oleh Prof. Siti Musdah Mulia dari UIN Jakarta tersebut.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau sudah menikah.
Sejak terbitnya Jurnal Justisia dari Fakultas Syariah IAIN Semarang (edisi 25, Th XI, 2004), yang menghalalkan homoseksual, kita sudah mengingatkan para pimpinan kampus Islam agar lebih serius dalam menangani penyebaran paham liberal di kampus mereka. Sebab, virus liberal ini semakin menampakkan daya rusaknya terhadap aqidah dan pemikiran Islam. Ironisnya, fenomena ini justru digerakkan dari sejumlah akademisi di kampus-kampus berlabel Islam.
Kita ingat kembali, bahwa dalam Jurnal Justisia tersebut, dilakukan kampanye besar-besaran untuk mengesahkan perkawinan homoseksual. Jurnal itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, (Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).
Dalam buku tersebut dijelaskan strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita. (hal. 15)
Sebagaimana Prof. Musdah Mulia, para penulis dalam buku itu pun mengecam keras pihak-pihak yang masih mengharamkan homoseksual. Seorang penulis dalam buku ini, misalnya, menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran (Surat al-A'raf: 80-84 dan Hud: 77-82). Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
“Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, Al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo di samping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo.” (hal. 39)
Padahal, tentang Kisah Nabi Luth a.s. Al-Quran sudah memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini:
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A'raf:80-84).
Karena itu, para mufassir Al-Quran selama ratusan tahun tidak ada yang berpendapat seperti anak-anak syariah dari IAIN Semarang itu atau seperti Prof. Musdah Mulia yang berani menghalalkan homoseksual. Gerakan legalisasi homoseksual yang dilakukan oleh kaum liberal di Indonesia sebenarnya sudah melampaui batas. Bagi umat Islam, hal seperti ini merupakan sesuatu yang tidak terpikirkan (“unthought”). Bagaimana mungkin, dari kampus berlabel Islam justru muncul dosen dan mahasiswa yang berani menghalalkan homoseksual, suatu tindakan bejat yang selama ribuan tahun dikutuk oleh agama. Gerakan legalisasi homoseksual dari lingkungan kampus Islam tidak bisa dipandang sebelah mata. Tindakan ini merupakan kemungkaran yang jauh lebih bahaya dari gerakan legalisasi homoseks yang selama ini sudah gencar dilakukan kaum homoseksual sendiri.
Dalam catatan penutup buku karya anak-anak Fakultas Syariah IAIN Semarang tersebut, dimuat tulisan berjudul “ Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN”. Penulisnya, mengaku bernama Mumu, mencatat, “Ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut.”
Juga dikatakan dalam buku tersebut: “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan.”
Logika ini sejalan dengan jalan pemikiran Musdah Mulia yang menyatakan bahwa pelarangan homoseksual hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Barangkali, seperti dikatakan Nurofiah, jika suatu ketika nanti kaum homoseksual sudah menjadi dominan, maka mereka akan memandang bahwa kaum heteroseksual adalah suatu kelainan. Inilah pandangan yang ‘keblinger’, yang lahir dari kekeliruan berpikir.
Sebagaimana kasus perkawinan antara muslimah dan laki-laki non-Muslim yang didukung dan dipenghului oleh sejumlah dosen UIN Jakarta, kita patut khawatir, bahwa para akademisi liberal itu semakin menjadi-jadi tindakannya, dengan menjadi penghulu bagi perkawinan sesama jenis. Kita berharap hal itu tidak terjadi, meskipun Prof. Dr. Musdah Mulia sudah melontarkan pendapatnya tentang homoseksual secara terbuka di mediamassa. Memang, jika orang sudah hilang rasa malunya, maka dia akan berbuat semaunya sendiri. Mungkin dia merasa sudah hebat, sudah jadi guru besar pemikiran Islam di suatu kampus Islam terkenal. Selama ini pun, orang-orang terdekatnya pun tidak mampu menghentikan kegiatannya.
Namun, jika kita ikuti kisah perjalanan intelektual Prof. Musdah Mulia, kita sebenarnya tidak terlalu heran. Sejak awal, cara berpikirnya sudah kacau. Dia seenaknya sendiri mengubah-ubah hukum Islam, untuk disesuaikan dengan cara pandang dan cara hidup Barat. Tidak aneh, jika karena sepak terjangnya yang seperti itu, tahun lalu, pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret 2007, Musdah Mulia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington. Ia dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan 'pembaruan hukum Islam' – termasuk – undang-undang perkawinan.
Mungkin, setelah mendukung praktik homoseksual ini, dia akan mendapatkan pujian dan penghargaan jauh lebih tinggi lagi dari "kalangan tertentu." Kita tunggu saja! [Depok, 30 Maret 2008/www.hidayatullah.com]

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
padang, sumatra barat, Indonesia